a night trip 4 contemplation

author: taufan febriawan | October 5, 2008 |
2 comments

contemplationkmarin sebenarnya pengn balik ke semarang naik kereta ekonomi. tp setelah tau info yg mngatakan bahwa s/d tgl 13 oktober, kereta ekonomi “bebas tempat duduk”, wah mending ngga deh. soalnya saya naik dr stasiun jatinegara yg biasanya sudah sesak penumpang smnjak dari stasiun ps. senen. apalagi denger info tadi,wah ga kbayang deh ntar gimana cari tmpat duduknya, desek2an bin berebutan. dengan berat hati akhirnya saya merelakan naik kereta bisnis. dari segi cost and reward jelas sekali kalo naik kereta ekonomi itu lbih mnguntungkan. selain harganya yg nyaris 1/4 harga tiket bisnis,fasilitasnya jg ga jauh beda, sama2 minim fasilitas jika dibandingkan dgn kereta eksekutif

sebenarnya bnyak sekali hikmah yg bisa saya dapatkan ketika naik kereta (KA) ekonomi. secara ga lsg kita bisa liat wajah negeri kita yg sebenarnya yakni KETIDAKBERPIHAKAN PENGUASA PADA RAKYAT KECIL. sperti yg sudah saya katakan sbelumnya, KA ekonomi sangat minim fasilitas. jika KA bisnis sudah tergolong minim (pas2an), KA ekonomi lbh minim lagi atau lebih tepat disebut dengan sangat tidak terawat. tidak heran lantas hal2 buruk melekat pada KA ekonomi dan lingkungannya. orangtua saya sndiri mngingatkan berkali-kali agar hati2 jika naik KA ekonomi, banyak pncopet, rawan kekerasan, kotor, dan gelap

faktanya tidak sepenuhnya benar anggapan orang2 (dan orangtua saya sendiri) ttg KA ekonomi. singkat kata saya baru sekali seumur-umur bolak-balik semarang slama hmpir 6 tahun, merasakan naik KA yg nyaman yakni KA ekonomi yg saya naiki kira2 di awal tahun ini.saat itu kondisi penumpang sangat berdesakan dan saya hampir tidak dpt tempat duduk. ceritanya seorang bapak menduduki tempat duduk dgn nomor tiket saya. bukan salah bapak itu sebenarnya, karena bapak itu memang mndapatkan jatah tempat duduk (tertera di tiket) namun tidak ada tempat duduk dengan nomor tiket tsb. bapak itu mndapatkan tmpat dgn simbol E,sdangkan di gerbong saat itu tatanan tempat duduk hanya untuk simbol A s/d D. pada saat itu saya hanya mengelus dada, sudah fasilitas minim, masih aja ada masalah sprti ini di lapangan. akhirnya saya bisa mndapatkan tempat duduk setelah bapak td komplain ke masinis. penumpang di sekitar saya kbanyakn satu keluarga. saya yg masih dihantui anggapan2 buruk mengenai KA ekonomi lsg bernafas panjang, karena saya beranggapan jika d tengah2 penumpang yg membawa satu keluarganya, maka saya bisa aman dalam perjalanan. tidak hanya aman ternyata saya jg bisa nyaman. mungkin karena kehangatan antar mereka jg bisa saya rasakan. bapak yg setia memangku anaknya, ibu yg tidak henti2nya mengipasi bayi kecilnya agar bisa tidur nyenyak.. smua itu membuat saya juga merasa “hangat” d tengah mereka. tidak hanya ke”hangat”an, namun juga kesejukan. baru kali ini saya naik KA namun tidak berkeringat sama sekali. lain halnya jika saya naik KA bisnis entah itu pagi ato malam, pasti bisa membuat saya berkeringat. entah karena saking banyaknya lubang2 kerusakan kereta atau mungkin karena kesejukan dari kesopanan dan keramahan para penumpangnya. jauh dari anggapan orang slama ini tentang KA ekonomi

dalam perjalanan saya menggunakan KA kmarin ada sbuah kjadian singkat yang membuat saya iba dan sedikit malu. seperti biasa, KA berhenti di stasiun jatinegara untuk mngangkut penumpang tujuan semarang. biasanya KA tsb tidak akan berhenti lama di jatinegara dan oleh karena itu smua pnumpang berdesakan dan terburu-buru masuk melalui pintu KA. desak-mendesak,himpit-menghimpitpun terjadi tidak ubahnya antrian sembako gratis, mulai dari yg muda sampai tua, tidak kalah yg berbadan kecil atopun yg besar saling berdesakan. d tengah2 kerumunan tersebut, berjalan seorang bapak. kebetulan saya tepat dibelakangnya. karena banyaknya penumpang di atas gerbong yang mencari tempat duduknya dan berjalan dari arah yg berlawanan, tidak jarang saya harus beradu badan dengan penumpang lainnya. begitupula dengan bapak itu. tapi setelah saya perhatikan lebih seksama, ternyata bapak itu tidak bisa melihat alias tuna netra. beliau slalu bertanya ini gerbong berapa meski tidak ada orang di depan ato di sampingnya. saya yg berada di belakangnya,akhirnya berinisiatif untuk meminta izin melihat tiket beliau. tiket beliau tertulis gerbong 10, sedang saat itu, saya dan beliau naik dari gerbong 7,sehingga harus berjalan melewati bbrp gerbong terlebih dahulu. saya tuntun dan arahkan beliau untuk terus maju dan berhati-hati ketika berada di persambungan antar gerbong. sesampainya di gerbong 10, saya arahkan beliau ke nomor tempat duduknya. saya sendiri melanjutkan perjalanan, karena kebagian gerbong 11. saat itu mulai rasa itu datang (halah!). saya berpikir,mengapa seorang seperti saya,yang masih dianugerahi panca indra lengkap masih saja selalu berkeluh kesah ttg apa yang saya dapatkan. kebagian kereta yg kotor dan minim fasilitas saya mengeluh. tidak kebagian tiket KA ekonomi karena lbih murahpun saya mengeluh. duh ya Tuhan ampuni diri saya ini yg sering tidak mensyukuri anugerahMu. bapak tadi dengan modal tongkat sebagai pengganti penglihatannya masih mau antri berdesak2an dengan penumpang lain. beliau tidak minta untuk di spesialkan. beliau juga tidak ingin merepotkan orang lain untuk menuntunnya ke bangku tujuan apalagi memilih-milih tempat yang bersih. mungkin memang seharusnyalah melihat “dunia” itu sejatinya tidak dengan mata kepala,tp dengan mata hati. seringkali mata kepala ini tidak bisa melihat apa yg bisa dilihat oleh mata hati. alhasil, saya misalnya, yg selalu mengandalkan mata kepala ini, cepat sekali berkeluh kesah terhadap lingkungan sekitar. tidak mudah menggunakan mata hati jika kita sudah terbiasa bahkan mengandalkan mata kepala sebagai satu2nya sarana melihat dunia dan permasalahannya. mata hati tidak berbentuk fisik namun bisa sama tidak berfungsinya atau bisa rusak layaknya mata kepala. semakin sering tidak digunakan dia akan semakin menghilang. semakin sering kita tidak mengacuhi lingkungan semakin tidak berfungsi mata hati kita. jika sudah rusak obat2an medis tidak mampu menyembuhkannya. mungkin satu2nya cara melatih mata hati kita adalah “mendekatkan diri” pada lingkungan yang sering kita tidak acuhkan. jika Tuhan yang maha Agung mengijinkan, mungkin mata hati kita akan berfungsi sebagaimana mestinya. mungkin ini juga yang membedakan antara mata yang dimiliki oleh manusia dengan mata yg dimiliki oleh makhluk Tuhan lainnya. jika memang masih tergolong manusia, maka gunakanlah mata hati kita

-selesai

sumber gambar: http://farm2.static.flickr.com/1370/1096917703_4606a04e95.jpg?v=0

This entry was posted in Uncategorized by taufan febriawan. Bookmark the permalink

2 peoples comment on “a night trip 4 contemplation”

  • agus aribowo on 04:56 Oct/21/2008 said:

    hey Bung! Terus semangat ya..
    gerbong kerata yang kau naiki itu sebagian kecil dari perjalanan gerbong kehidupan..gak ada masinis..diri kita sendiri menjaga agar tetap dalam rel yang benar..

    Tetap semangat Bung!

    Kawan Kecilku 🙂

  • isdiyanto on 07:07 Nov/01/2008 said:

    naik kereta emang serasa melihat seluruh kehidupan yang ada di negeri ini. masih belum teratur, belum seperti yang kita harapkan. ato harus nunggu ganti pimpinan pada 2009?

get in touch

Your email address will not be published. Required fields are marked *